SEJARAH SINGKAT DESA MALAUSMA
Seandainya kita ingin melihat sejarah asli dari Desa Malausma amatlah panjang karena Desa Malausma dimulai dari abad ke-VII, yang mana dulunya wilayah Malausma merupakan wilayah perbatasan antara kerajaan Galuh dan kerajaan Talaga manggung , dan seiring dengan perkembanganya Wilayah Malausma menjadi daerah kekuasaan Talaga manggung.
Sedikit penggalan cerita tentang awal mula berdirinya Desa Malausma, yang bersumber dari beberapa tokoh masyarakat yang merupakan cerita turun temurun dari keturunan Buyut Mueuk dan keturunan Buyut Kotek.
“ Diceritakan bahwa disebuah perkampungan yang kini menjadi pusat pemerintahan Desa Malausma tinggalah Sekelompok Masyarakat yang dipimpin oleh Buyut Mueuk. Pada suatu hari Buyut Mueuk kedatangan seorang tamu yaitu Karta Braja. Kisah Karta Braja sendiri diceritakan sebagai salah satu murid dari seorang Ulama besar diwilayah Pamijahan Tasikmalaya yaitu Syekh Abdul Muhyi dan diangkat sebagai salah satu Lurah Santri. Bagi para Ulama dan Santri pada masa itu tentu amatlah susah mengembangkan ajaran islam karena hidup dibawah tekanan Pemerintah Kolonial Belanda, sehingga Syeh Abdul Muhyi pada waktu itu mengajarkan si’ar islam secara sembunyi dan menempati sebuah Gua yang kini dikenal Gua Pamijahan. Setelah sekian lama mengajarkan ajaran islam didalam goa akhirnya tercium oleh Kolonial Belanda dan akhirnya diseranglah goa tersebut sehingga bagi yang selamat mereka berpencar terpisah menyelamatkan diri termasuk Karta Braja. Karta Braja berhasil selamat dari kejaran Kolonial Belanda, setelah sekian lama bersembunyi dan lari akhirnya sampailah diperkampungan Buyut Mueuk, kedatangan Karta Braja sendiri diterima dengan baik oleh Buyut Mueuk beserta keluarganya dan penduduknya, dan akhir Karta Braja menetap dan mengajarkan ajaran islam diwilayah tersebut bahkan diceritaka menikah dengan salah satu anak dari Buyut Mueuk hingga berbuah keturunan yang kini menjadi penduduk asli Malausma “.
Sejarah Nama Malausma sendiri sampai saat ini belum bisa diterangkan secara pasti karena terdapat dua cerita yang berbeda dari dua keturunan. namun kedua cerita tersebut tidak jadi permasalahan.
Persi Satu :
Setelah sekian lama Eyang Karta Braja tinggal dan menetap bersama Buyut Mueuk dan keturunannya, datanglah Tentara Kolonial Belanda yang hendak mencarinya. Tentara Kolonial Belanda tersebut bertanya apakah ada orang yang bernama Karta Braja? Pertanyaan tersebut dijawab langsung oleh Karta Braja sendiri dengan bahasa Arab “ Malaisma “ karena gugup, namun akhirnya dijelaskan yang berarti “ tidak ada nama tersebut “. Setelah kejadian tersebut maka akhirnya Buyut Muek menetapkan perkampungan yang ditinggalinya bernama Malaisma yang seiring perkembangan bahasa daerah ini menjadi Malausma.
Persi Dua :
Sejarah Nama Malausma sendiri berasal ketika itu pemerintah kolonial belanda sedang melakukan pemetaan tanah dan memasuki wilayah ini karena dianggap belum punya nama pejabat belanda bertanya pada Buyut Mueuk wilayah apa ini ? dengan gugup Buyut Mueuk menjawab karena dikira yang mencari Karta Braja yang bersembunyi di Rumahnya sehingga menjawab “MALAISMA “ yaitu kata yang berasal dari bahasa Arab yang berarti “ Tidak ada nama “ dan seiering perkembangan bahasa akhirnya daerah ini berkembang mejadi nama “MALAUSMA” .
Masyarakat Malausma adalah merupakan masyarakat dengan pola kehidupan yang agraris yang dulunya mendiami sebuah tempat yang cukup subur yaitu di wilayah dekat Dusun Banyusari Desa Banyusari sekarang yang merupakan Desa pemekaran dari Desa Malausma sendiri , sejalan dengan perkembangan waktu dan dengan beberapa pertimbangan masyarakat pada waktu itu sehingga perkampungan berpindah tempat ke daerah yang sekarang menjadi wilayah Desa Malausma dan Tokoh yang menjadi pemimpin/ panutan pada waktu itu yaitu Buyut Mueuk beserta keturunannya.
Sejarah Malausma sendiri tidak terlepas dari keterkaitanya denga Kerajaan Besar di pulau jawa yaitu Kerajaan Mataram yang mana pada waktu itu Mataram dipimpin oleh raja Sultan Agung Tirtayasa ( tahun 1600 an) yang mempunyai misi besar pada waktu itu untuk melawan penjajah Belanda dengan menyerukan kepada kerajaan kerajaan lain di pulau jawa untuk bergabung dan membantu perjuangannya untuk menyerang Batavia sebagai pusat pemerintahan kolonial pada waktu itu. Namun pada kenyataannya penyerangan tersebut tidak berjalan mulus yang pada akhirnya pasukan Mataram dapat dipukul mudur dan banyak pasukan yang lari dan diantara pelarianya pasukan mataram melintasi wilayah Malausma dan sekitarnya banyak pasukan Mataram yang tidak kembali lagi ke Mataram tapi menyebar di banyak tempat dengan misi menyebarkan Agama Islam. Diantara petinggi Mataram yang tinggal itu yaitu Karta Braja dan menetap di wilayah Malausma.
Dari sisi pemerintahan karena Malausma masuk wilayah kerajaan Talaga Manggung maka waktu itu untuk menciptakan keamanan di wilayah ini yang banyak didiami para jawara atau orang sakti dikirimlah utusan kerajaan untuk menjadi Kuwu pertama di Malausma yaitu Buyut Kotek dan diteruskan oleh keturunannya sampai sekarang . sehingga dari situ terbentuk tiga klan atau keturunan yang ada di Desa Malausmaa yaitu keturunan malausma asli dari Buyut Mueuk, kedua yaitu keturunan dari Buyut Kotek yang ketiga keturunan pendatang yang Alhamdulillah sampai sekarang hidup rukun dan menyatu menjadi masyarakat Desa Malausma yang agamis dan agraris.
Wilayah Desa Malausma dulu meliputi Malausma, Sindanglama, Walahir, Bungursari, Mekarsari, Banyusari, Cilimus ,Gunung payung dan Babakan kerena wilayahnya begitu luas maka pada sekitar Tahun 1980-an diadakan Pemekaran desa, dimana Banyusari, Cilimus, Gunungpayung dan Babakan digabung menjadi satu desa.
Letak geografis Desa Malausma adalah wilayah dengan tentang pegunungan dengan sistem pertanian yang tadah hujan, tapi Pertanian di Malausma lebih memokuskan Tanaman Padi saja, ada beberapa yang ditanami Jagung dan Kedelai itu juga sebagai selingan.
Tiap tahun Pembangunan terus menerus di usahakan baik Infra Struktur atau sarana dan Prasarana dan kini lebih di fokuskan adalah mengaktifkan kembali kesadaran masyarakat akan gotong-royong dan kebersamaan dalam membangun fisik maupun mental masyarakat.